Hati-Hati, Kenali Ciri Pola Asuh Toxic Parents yang Harus Dihindari



Tiap orangtua pasti inginkan semuanya yang terhebat untuk anak-anaknya. Tentu saja lewat kasih sayang dan sikap yang bagus juga.


Tetapi terkadang dalam mengaplikasikan skema asuh tidak diakui ada sikap yang dapat melukai psikis anak. Bila tidak selekasnya dirubah, bukan mustahil anak tumbuh dengan rasa takut dan terluka.


Skema asuh ini kerap dikatakan sebagai ‘toxic parents'. Sepertii apa ya beberapa ciri skema asuh toxic parents? Berikut di kumpulkan dari bermacam sumber:


Tiap keputusan yang terkait mengenai hidup anak akan dipastikan oleh orangtua, tetapi pada proses memutuskan itu, anak harus tetap diikutsertakan.


Minimal orangtua dapat ajak anak berunding dan dengarkan gagasannya. Bila orangtua dan anak mempunyai sudut pandang berlainan, dialog yang hangat akan menolong cari keputusan yang adil.


Tetapi pada toxic parents, orangtua malah memutuskan tiada ingin dengarkan opini dari anak. Misalkan mengenai pilih sekolah, pilih tempat les, atau bahkan juga pilih jalur pengajaran yang tingkatannya semakin tinggi.


Kecuali tidak ingin dengarkan opini anak, orangtua dengan skema asuh toxic parents cuman akan menimbang hatinya sendiri dan bagaimana keputusan itu mengubah harga dianya, oleh karena itu yang terpenting.


Lumrah bila orangtua terus ingin ketahui mengenai kehidupan anak-anaknya, tetapi ketahuilah jika anak punyai privacy alias kehidupan individu.


Pada orangtua berpola toxic parents, sering batas privacy anak akan di hilangkan dan anak terus dipandang belum sanggup mempunyai kehidupan sendiri. Ini sebab orangtua yakin apa saja mengenai kehidupan anak ialah haknya, hingga tidak ada yang penting terbatasi.


Contoh simpelnya dengan buka pintu kamar anak tiada mengetok lebih dulu, membuka-buka hp anak dan membaca pesan pribadinya, dan kerap mengambil dengar pembicaraan anak dengan beberapa temannya.


Keadaan semacam ini dapat membuat anak berasa tidak tenteram dan tidak optimis sebab dipandang tidak dipercayai oleh orangtuanya sendiri. Anak dapat tumbuh jadi figur yang tertutup dan tidak optimis.


Salah satunya pekerjaan orangtua ialah penuhi tiap keperluan anak-anaknya, dimulai dari keperluan baju, pengajaran sampai makan. Oleh karenanya, tidak lumrah bila beberapa hal semacam ini diungkit-ungkit untuk bikin anak berasa bersalah.


Tips Mudah Menang Dalam Bermain Judi Bola Online Orangtua dengan skema asuh toxic parents tiada diakui kerap membuat anak takut dan menurut dengan mengungkit semuanya yang telah diberi. Misalkan dengan kalimat misalnya: "Saya telah keluarkan uang banyak buat kamu makan dan sekolah, jadi kamu harus mengikuti seluruh perintah saya!"


Beberapa kalimat semacam ini umumnya dipakai orangtua untuk menjaga supremasi atas beberapa anak. Mereka pengin mengatur rutinitas anak dengan memakai langkah apa, terhitung memakai rasa bersalah atau membuat anak berasa berutang budi pada orangtua.


Orangtua tentu inginkan semuanya yang terhebat untuk anak dan akan menolong menuntunnya. Tetapi terkadang orangtua tidak mau anaknya alami pengurangan prestasi atau kekeliruan, hingga gawat kesemua hal yang dilewati anak tiada menghargakan upayanya.


Terus-terusan dikritisi dan dituding tiada dipandang tiap jerih payahnya akan membuat anak malas usaha. Mereka tumbuh dengan rasa takut ke orang tuanya sendiri.


Bahkan juga bukan mustahil nantinya anak jadi individu yang tertutup dan melawan kelak. Pasti Mama tidak mau beberapa hal semacam ini berlangsung, kan?


Orangtua dengan skema asuh toxic parents sering tiada diakui membuat persaingan kurang sehat. Misalkan orangtua menyaksikan prestasi anak malah selaku teror pada harga diri sendiri, alias jadi iri.


Orangtua seolah tidak ikhlas bila anak tumbuh dengan prestasi dan performa yang lebih bagus dari mereka. Bukannya beri pujian usaha dan prestasi anak, orangtua malah mengatakan jika periode kecil mereka jauh semakin berprestasi dan menjelaskan jika anak tidak pernah dapat melewati kekuatan orangtua.


Sebenarnya orangtua malah akan senang bila anak-anaknya tumbuh berprestasi dan mempunyai performa dan individu yang bagus. Begitu dikutip Healthy Way.


Waktu anak lakukan kekeliruan, pekerjaan orangtua ialah dengarkan keluh kesahnya dan tingkatkan kembali lagi rasa yakin dianya. Bila dapat, sampaikan anak agar tidak mengulang kekeliruannya.


Toxic parents umumnya malah tidak terima kekeliruan anak. Seluruh berbuntut dengan ucapan-ucapan kasar dan tiada diakui sakiti hati anak.


Penulis buku The Child Care Professional, Karen Stephens, menjelaskan jika beberapa anak benar-benar gampang ingat kata, khususnya yang dilemparkan oleh orangtua.


Oleh karenanya, berbicara kasar dan membentak anak malah akan memunculkan cedera dan trauma pada hatinya. Berhenti sajalah sesaat waktu emosi dan pikir kembali lagi mengenai kalimat yang akan disampaikan pada anak dengan berhati-hati ya, Ma.


Dikutip Smart Parenting, bila anak menjelaskan jika Mama tak pernah dengarkan, itu dapat bermakna Mama dengar kalimat anak tapi tidak berhasil pahami apa yang anak coba sampaikan ke Mama. Hal itu dikatakan oleh pendiri Impact ADHD, Elaine Taylor-Klaus.


Nah, jika anak menyalahkan permasalahan ini berkali-kali, itu dapat bermakna Mama tidak berhasil memberi jalan keluar untuk hilangkan akar permasalahan. Ini kemungkinan berawal dari sudut pandang pengasuhan yang kerap berlangsung: "Saya orang tuanya, jadi saya betul dan kamu salah."


Salah satunya trick simpel untuk memperlihatkan jika orangtua dengarkan ialah berlutut atau jongkok setinggi mata anak waktu bicara. Perlihatkan jika Mama memberikannya perhatian penuh.


Sikap demikian pula mengisyaratkan jika Mama selaku orangtua siap dan siap untuk terjebak dengannya. Anak akan berasa lebih aman dan dipandang.


Cinta dari orangtua ke anak bisa diutarakan dengan beberapa langkah. Diantaranya dengan mengaku dan mohon maaf waktu lakukan kekeliruan. Bila ada salah satunya ciri-ciri toxic parents ini yang Mama atau Papah kerjakan, yok selekasnya mohon maaf dan mengganti sikap itu.

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Sikap Orangtua Ketika Anak Mulai Menyukai Lawan Jenis?

Mengajari dan Mengenalkan Manfaat Kegiatan Volunteer Sosial Pada Anak